Tidak terasa telah 65 tahun berlalu Negara ini diperingati atas nama ‘kemerdekaan”, lalu apakah selama ini benar adanya kemerdekaan ada di hati kecil kita? Realitas tidak bisa dipungkiri bahwapenjajahan sudah musnah penindasan telah usai hanya isapan jempol belaka. Sudah 65 tahun diperingati setiap tanggal 17 Agustus dengan upacara bahkan lomba terkadang kemenyanpun ikut meramaikan ritual untuk menyatakan satu persyaratan, bahwa Negara ini ‘dilegitimasi’ sudah merdeka.
Ironi ritualitas dan keterpaksaan sejarah mengakibatkan semua meyakini bahwa Indonesia kini layak di peringati, Agustus dan 17 adalah sandingan yang menguatkan bahwa segalanya menjadi ‘wah’ padahal menurut saya menjadi terbalik dan kemerdekaan menjadi semu bahkan sirna. Bisa kita dekte satu persatu diantaranya kesengsaraan berwujud kemiskinan dan gelandangan menghiasi negeri ini. Bahkan banyak lagi yang terus menyeruak dimata kita akan realitas yang sesungguhnya bahawa merdeka hanya menjadi tanda tanya besar (?).
Mungkin sengsara yang pantas,ternyata merdeka masih jauh disana, mungkin Indonesia butuh meditasi untuk mencapai kemerdekaan dan pembebasan sejati. Meditasi ekstra dan mendalam adalah konskwensi karena kemerdekaan masih jauh panggang dari api yang hadir adalah paradoks Negarayang penuh dengan hamparan penderitaan rakyat akibat sistem yang tidak memihak rakyat kecil agar mereka dapat terentaskan.
Mungkin lembek tidak tegas bahkan terlalu kasar untuk diucapkan oleh kita, tapi keadaan itu ada dan dilakukan oleh pemimpin negeri ini. Semoga kita sadar di tengah kemeriahan yang dipaksa untuk dijejalkan di mata rakyat yang masih susah mencari sesuap nasi. Sumber alamdieksploitasi, kesejahteraan hanya retorika dan lipstick untuk pencitraan. Bila kita sandingkan dengan bulan ini (adanya ramadhan) ditengah pikuk kemeriahan peringatan maka kita akan sadar bahwa merdeka tidaklah mudah merdeka adalah rakyat bisa bebas bisa menikmatinya dengan bertanggungjawab.
Investor menari-nari dari tangan panjang neoliberalisme, sumber daya alam dan sumber daya manusia ikut diobok-obok dibeli murah bahkan tidak dihargai. Kesejahteraan Indonesia justru dinikmati bangasa asing, dan rakyat harus mengatakan merdeka tapi realitasnya mereka sengsara. Notabene orang Indonesia asli diinjak-injak oleh kartel konglomerasi internasional dengan dalih pemerataan kerja sehingga buruh hanya dijadikan tenaga kontrak.
Rakyat miskin yang sesuai undang-undang dasar 1945 seharusnya dipelihara oleh negara malahan dibiarkan nasibnya terlunta-lunta di negeri sendiri. Perekonomian negara selalu dibimbangkan dengan ulah pialang-pialang yang memainkan mata uang rupiah yang semakin terbuang sampai-sampai tidak ada lagi bangsa Indonesia yang tahu arti besarnya uang Rp 1,-, bahkan meng-isukan alih lain dengan istilah “redenominasi” siapa yang akan menjamin perekonomian indonesia akan dapat disejajarkan dimata dunia bahkan bangkit secara nyata dibuktikan pada dunia.
Sangat menyedihkan, untuk digambarkan sejatinya negeri ini, siapakah yang akan bertanggungjawab untuk semuanya? Pemerintah, pengusaha, atau rakyat yang jadi penguasa? Pemerintahlah yang memberikan andil yang sangat besar pada keterpurukan bangsa Indonesia. Pemerintah tidak berpihak pada rakyat…!!! Rakyat tidak bangga pada BangsaIndonesia … !!! Pihak Asing hanya mengeruk kekayaan Indonesia semata …!!!Itulah kunci pokok permasalahan kenapa selama ini Indonesia masih merasakan penjajahan.
Lalu dari semuanya saya hanya bertanya 65 tahun ini mau dibawa kemana? Sanggupkah pemerintah membela rakyat? Berantas korupsi, kolusi dan nepotisme, mengangkat kesejahteraan dalam realitas nyata bukan retorika. Merebut kemerdekaan nyata adalah suatu keharusan, kapan pemimpin yang bekerja atas nama rakyat dan hinggap di pemerintahan akan bekerja nyata untuk Negara dengan tegas bukan letoy atau bahkan curhat untuk mengait hati rakyat. Dibutuhkan karya nyata untuk semua melepaskan belenggu kesengsaraan yang saat ini singgah dan betah dikehidupan rakyat Indonesia. Kapan lagi kalau bukan dimulai sekarang juga, kita semua sudah tidak tahan penjajahan terus menerus dipelihara dalam atmosfer yang mengkondisikan pemimpin-pemimpin seperti dicocok hidungnya dan dikenadalikan oleh asing.
Semoga kita tahu dan sedia untuk mengurai benang yang kusut kesengsaraan untuk sanggup dengan tindakan dan hati mengatakan merdeka. Saya menjadi miris tatkala 17 agustus diperingati bahkan harusnya semua rakyat disadarkan bahwa hari ini kita harus bangkit untuk membangun jati diri bangsa yang kini telah diinjak-injak. Mari kita menggugat kemerdekaan untuk membangun Indonesia yang baru. Indonesia yang bebas dari intervensi asing dan berani tegas dimata dunia.
Tunjukkan harga diri bangsa ini bukan hanya pencitraan yang sebatas utopis berwujud mengelabui. Mari tegaskan stop dan hentikan kesengsaraan dan penderitaan rakyat untuk mewujudkan kesejahteraan disemua lapisan masyarakat. Karena kemiskinan, ketidakberdayaan menjadi kunci bahwa kita belum merdeka dan kita harus mau membaca, tegas katakana tidak untuksemua itu.
Marilah bersama di bulan ramadhan ini, dibulan agustus ini bertepatan dengan bulan suci untuk memerdekakan diri untuk kembali bahwa kita harus merdeka dengan senyatanya. Sesuai dengan itu maka ramadhan, agustus dan Indonesia butuh teladan, uswah dari semuanya khususnya pemimpin negeri ini bukan ritual tirakatan yang dilakukan tiap tahunan.
Stop dan hentikan kemiskinan dan kesengsaraan akibat dari sistem Negara yang semakin tidak karuan juntrungnya.Hidup adalah untuk memberi dan bukti untuk bermanfaat demikian juga dengan kemerdekaan adalah suatu keharusan yang tidak dapat ditawar ulang dan harga mati seperti gagasan Tan Malaka “MERDEKA 100%”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar