Coretan ini kubuat dengan kesadaran
penuh, tanpa tekanan dan tendensi politik. Hehehe.... Tanpa analisis yang tajam
dan referensi seperti kawan-kawan yang lain, hanya menceriterakan pengalaman
dan pandanganku kepada kedua mempelai. Kupersembahkan untuk kang Said &
Mbak Asna yang akan segera mengakhiri masa lajangnya. Sungguh dosa apa yang
harus kutanggung kalau sampai aku tak memberikan kado berupa tulisan atas
pernikahannya, banyak pengalaman menarik bersamanya. Kang Said bagiku bagaikan
teman untuk sharing, pengayom dan pelindung seperti kakak, pengarah bagai guru namun
terkadang juga sebagai musuh. Hihihi....
Muhtar Said???!!! siapa yang tak kenal nama tersebut di jagad pergerakan Kota Semarang? namanya begitu melegenda. Kang Said, begitu sapaan akrab untuk Muhtar Said. Manusia yang kukenal sejak pertama kali aku menginjakkan kaki di lantai perguruan tinggi (baca;kampus FH UNNES) yang waktu itu menjadi ketua panitia Program Pengenalan Akademik (PPA), dengan semangat menggebu dan tak ketinggalan narsisnya masih melekat pada dirinya sampai sekarang.
Muhtar Said???!!! siapa yang tak kenal nama tersebut di jagad pergerakan Kota Semarang? namanya begitu melegenda. Kang Said, begitu sapaan akrab untuk Muhtar Said. Manusia yang kukenal sejak pertama kali aku menginjakkan kaki di lantai perguruan tinggi (baca;kampus FH UNNES) yang waktu itu menjadi ketua panitia Program Pengenalan Akademik (PPA), dengan semangat menggebu dan tak ketinggalan narsisnya masih melekat pada dirinya sampai sekarang.
Berkawan dengan kang Said membuatku
mendapat banyak hal, dari ilmu, jaringan pergerakan sampai pengalaman yang
unik. Mengenai hal unik, orang ini mempunyai karakter dan sifat unik
(baca:nyeleneh) yang pasti kadang tidak umum dalam pribadi orang lain hingga
seolah ia mempunyai brand sendiri.
Sewaktu kuliah ia dikenal sebagai mahasiswa pergerakan + intelektual yang tidak
terlalu suka dengan hal yang formal, sering dalam perkuliahan tidak mengenakan
pakaian yang sebagaimana ditentukan, baginya kuliah mengenakan kaos dan sandal
lebih enjoy dan nyaman dalam menerima
materi perkuliahan (atau mungkin ada alasan lain, seperti tidak ada sepatu
misalnya) hehehe......
Sebagai mahasiswa pergerakan, dikampus
Muhtar Said juga ikut andil dalam masa-masa awal berdirinya Fakultas Hukum
UNNES yang waktu itu masih menjadi jurusan dan tergabung di Fakultas Ilmu
Sosial, juga bersama kawan-kawan pergerakan lain memprakarsai beberapa Unit
Kegiatan Mahasiswa dan di BEM ia menjadi SekJend, posisi yang sebenarnya aneh
karena sudah ada Wakil Ketua BEM dan Sekretaris BEM. Hal yang menggelikan
adalah ternyata kang Said ketua pertama UKM Pramuka, entah hal apa yang
membuatnya menjadi ketua salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa yang seperti kita
ketahui kegiatannya adalah penuh dengan hal yang formal dan sangat kontras
dengan pribadinya.
Dalam bidang keilmuan dikampus kang Said
bersama kawan-kawan konsentrasi HTN-HAN mendirikan komunitas diskusi MATAHATI
(Mahasiswa Pecinta Hukum Tata Negara & Administrasi Indonesia) dan diluar
kampus juga aktif dalam diskusi dan komunitas-komunitas salah satunya adalah
Komunitas Embun Pagi yang beberapa tahun lalu melahirkan buku “Embun Pagi
Ngelindur”. Sedangkan dalam hal praktis & advokasi ia dulu aktif di N.G.O
Democration Watch Organization (Dewa Orga) dan pernah menjadi ketua Perhimpunan
Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Semarang dimana aktif membela kaum proletar
yang waktu itu sering bekerja sama dengan LBH Semarang dan jaringan lainnya.
Dalam
hidupnya ia dipengaruhi 2 tokoh
besar bangsa ini, pemikirannya tentang Hukum terpengaruh oleh Hukum
Progresif
Prof. Satjipto Rahardjo yang kemudian bersama kawan-kawan kaum Tjipian
dan
beberapa tokoh hukum mendirikan Satjipto Rahardjo Institute untuk
mengembangkan
pemikiran Prof Tjip tersebut. Di dunia pergerakan ia dipengaruhi oleh
tokoh
kontroversial Tan Malaka sehingga menginspirasinya beberapa waktu lalu
terdapat
Sekolah Tan Malaka. Dari pengaruh 2 tokoh tersebut dan konsekuensinya
dalam dunia penelitian kang Said berhasil membuat
buku atas namanya sendiri dengan judul “Politik Hukum Tan Malaka”. Ruh
Tan Malaka seakan merasuk dalam diri kang Said dimana didepan
orang-orang ia selengek'an dan seolah tak beragama namun didepan
Tuhannya ia sesungguhnya adalah orang yang sangat mengerti agama.
Selain
itu bersama kawan-kawan pergerakan seperti mas Andi Tri Haryono, mas
Syukron Salam, mas Taufiq, mas Haris, mas Luluk (Awaludin Marwan), mas
Edi Subhan, dll mendirikan Rumah Buku Simpul Semarang, sebuah pusat
pergerakan dan intelektual di sekitar kampus UNNES, kampus tempat
orang-orang tersebut dulunya menimba ilmu dan menjalani kehidupan.
Di masa mudanya kang Said adalah orang
yang selalu gelisah dan paling tidak nyaman berada di zona nyaman yang
kebanyakan orang berpikiran bahwa seharusnya orang itu nyaman berada di zona
nyaman. Setelah merampungkan kuliah S2 di MIH Undip ia merantau ke ibukota
negara dan merintis semacam lembaga peneliian bernama PUSTOKUM (Pusat Studi
Tokoh Pemikiran Hukum) bersama Prof. Jimly dan beberapa tokoh hukum lain dimana
beberapa waktu lalu telah menerbitkan buku, padahal sebelumnya sudah bekerja di
Komisi Informasi Jawa Tengah.
Kang Said adalah orang yang lugu,
kehidupannya sederhana namun dengan pemikirannya yang revolusioner membuatnya mempunyai
pedoman “biar miskin asal sombong”... hohoho...... ia orang yang peduli dan
sangat menjaga silaturahmi dengan kawan-kawannya. Dimanapun ia berada akan
sangat mudah mendapatkan walau hanya teman ngobrol karena selain tingkahnya
yang lucu gaya bicaranya juga apa adanya... namun apabila dalam diskusi
walaupun dengan gaya bicara yang lucu, namun sebenarnya analisisnya sangat
tajam dengan dalil-dalil dan pengetahuannya yang sangat luas, hal tersebut
didapat karena memang kang Said suka membaca dan menulis... dengan kelucuannya
itu membuat kawan-kawan menganggap bahwa ia seakan tak pernah merasa marah
apalagi susah, itulah kang Said yang sepertinya tak ingin membagikan kesusahan
kepada teman-temannya.
Asna
Lutfa, wanita yang akhirnya akan
menjadi tambatan akhir kang Said. Perempuan cerdas yang kini masih
menempuh
studi di ITB Bandung dan juga aktivis bahkan pernah menjadi ketua di
salah satu
organisasi pergerakan mahasiswa. Mereka berdua adalah pasangan yang
sangat
serasi dan saling melengkapi satu dengan lainnya. beruntunglah kang Said
mendapatkan wanita yang tepat untuk mengarungi bahtera rumah tangga,
pun demikian mbak Asna tentu juga sangat beruntung mendapatkan kang
Said, orang yang jujur, sederhana dan tulus, tentunya itu menjadi idaman
bagi setiap wanita. Perjalanan cinta mereka sampai akan naik ke
pelaminan bukanlah tanpa hambatan, namun demikian keduanya berhasil
melaluinya.
Selamat
menempuh hidup baru kang Muhtar Said dan mbak Asna Lutfa yang insya
Allah ijab kabul perkawinannya akan dilaksanakan di Pekalongan, 1
Agustus 2015. Semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawadah &
warahmah dengan selalu diiringi kebahagiaan...
"PERJUANGAN TAK AKAN TERHENTI KARENA PERNIKAHAN"
David Bayu Narendra
Godong, 30 Juli 2015